Selasa, 24 Juni 2008

NASIONALISME


Apakah ini yang kita sebut sebagai aktualisasi dari nasionalisme,ini hal kecil dalam pencapian nasionalisme,tapi bagaimana kenyataanya,bendera compang camping di pasang...bukan provokasi tapi sekedar mengingatkan masalah nasionalisme....
Bendera seperti ini saya temukan di daerah pantai kute(bali) yang notabenya banyak orang mancanegara..lokasi tepatnya di dekat hotel dekat Mcdonald poppies 1...tanpa banayak comment,tentukan opini anda sendiri...

Selasa, 27 Mei 2008

PAHLAWAN KESIANGAN

Di tengah kondisi seperti ini masih ada saja pahlawan kesiangan.Tanpa memeberikan solusi yang kongkrit dan nyata tapi justru melakukan propaganda terhadap masyarakat.Tentu saja tujuannya adalah pemilu 2009.Saya yakin masyarakat dapat menilai mana yang benar(saya harap begitu).Seharusnya Bpk. wiranto bercermin terlebih dahulu,bagaimana kasus mei 98 dituntaskan,hasilnya nihil,speecless dan no conclusion.Sebagai seorang pemimpin seharusnya bisa memimpin dirinya sendiri dan introspeksi diri.
BANGKIT INDONESIA.

DPR PLIN PLAN TERHADAP BBM

ADA yang mempertanyakan di manakah posisi DPR menghadapi kenaikan harga BBM. Setujukah? Tidak setujukah? Bagi publik memang tidak jelas apa sikap DPR. Tidak jelas, karena memang sikapnya bermacam-macam. Ada yang bersikap DPR tidak dalam posisi untuk setuju atau tidak setuju kenaikan harga BBM. Oleh karena itu abstain. Sikap abstain itulah yang ditunjukkan DPR dengan cara menelan ludah sendiri. Adalah DPR yang mengirim surat kepada Presiden meminta konsultasi. Surat sudah sampai ke meja Presiden. Waktu konsultasi sedang dicarikan. Akan tetapi, DPR sendiri yang kemudian membatalkannya. Alasannya, rapat konsultasi tidak akan efektif karena tidak ada keputusan yang diambil. Sikap DPR lainnya adalah menolak kenaikan harga BBM. Alasannya, tersedia banyak alternatif, mengapa pemerintah justru memilih opsi menaikkan harga BBM? Ada juga sikap ekstrem. Yaitu, mengusulkan pemakzulan (impeachment) Presiden. Alasannya, kenaikan harga BBM sesuai dengan harga pasar dunia merupakan pelanggaran konstitusi. Yang menjadi dasar pijakan adalah putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Akan tetapi, berkehendak menjatuhkan Presiden karena menaikkan harga BBM tentu saja pikiran yang keterlaluan. Pikiran yang harus ditentang habis-habisan. Mengganti Presiden di tengah jalan bukanlah kultur politik yang sehat. Orang boleh saja tidak setuju dengan keputusan pemerintah, tetapi menjatuhkannya di tengah jalan tergolong pikiran jorok. Demokrasi harus dipelihara dengan jiwa besar. Biarkan rakyat mengambil keputusannya pada pemilu nanti. Pikiran fraksi di DPR yang hendak melakukan pemakzulan kepada presiden, sebaiknya dihentikan sekarang juga. Pemerintah sendiri akhirnya mengumumkan kenaikan harga BBM rata-rata 28,7% Jumat (23/5) malam tanpa perlu repot melapor ke DPR. Sebuah sikap yang tergolong berani. Sebaliknya, DPR dinilai harimau tak bergigi. Adakah dasar keberanian pemerintah itu? Dalam Undang-Undang APBN-Perubahan 2008 Pasal 14 Ayat 2, DPR memang telah memberikan blangko kosong kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Pasal itu tegas mengatakan dalam hal terjadi perubahan harga minyak yang sangat signifikan dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan di bidang subsidi BBM. Dengan kata lain, terjadi lagi pertentangan antara apa yang ditetapkan Mahkamah Konstitusi dan apa yang diatur Undang-Undang APBN-Perubahan 2008. Undang-undang itu pun melanggar konstitusi. Nah, kalau mau dilakukan pemakzulan, bukan hanya Presiden yang dapat dimakzulkan, melainkan juga DPR. Sebab, DPR juga melanggar konstitusi dengan memberikan blangko kosong kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM mengikuti perkembangan harga dunia. Dan, presiden pun memakai blangko kosong itu. Begitulah, harga BBM bisa bikin negara ini tanpa presiden dan juga tanpa DPR sekaligus karena keduanya dijatuhkan konstitusi. Siapa lalu yang akan memimpin negara ini? Mungkin kita memang tidak perlu presiden maupun DPR. Serahkan saja kepada Mahkamah Konstitusi.

Senin, 28 April 2008

i must kill someone....................just for piss...................................

Rabu, 09 April 2008

Brand equity vs Costomer equity

tidak seperti ilmu ekonomi, dalam bidang marketing kita tidak mengenal madzhab. Dalam dua dekade terakhir, ada dua pendekatan yang menjadi acuan dalam pengembangan kegiatan marketing.

Yg pertama brand equity dengan empat komponen penting,yaitu:
  1. brand loyalty
  2. brand awareness
  3. percevied quality
  4. brand assosiations

Yang kedua adalah customer equity dengan tiga komponen penting,yaitu:

  1. aquisition equity
  2. retention equity
  3. add-on selling equity

Brand equity


Brand equity refers to the marketing effects or outcomes that accrue to a product with its brand name compared with those that would accrue if the same product did not have the brand name . And, at the root of these marketing effects is consumers' knowledge. In other words, consumers' knowledge about a brand makes consumers respond differently to the marketing of the brand . The study of brand equity is increasingly popular as some marketing researchers have concluded that brands are one of the most valuable assets that a company has.
There are many ways to measure a brand.Some measurements approaches are at the firm level, some at the product level, and still others are at the consumer level.
Firm Level: Firm level approaches measure the brand as a financial asset. In short, a calculation is made regarding how much the brand is worth as an intangible asset. For example, if you were to take the value of the firm, as derrived by its market capitalization - and then subtract tangible assets and "measurable" intangible assets- the residual would be the brand equity. One high profile firm level approach is by the consulting firm Interbrand. To do its calculation, Interbrand estimates brand value on the basis of projected profits discounted to a present value. The discount rate is a subjective rate determined by Interbrand and Wall Street equity specialists and reflects the risk profile, market leadership, stability and global reach of the brand.
Product Level: The classic product level brand measurement example is to compare the price of a no-name or private label product to an "equivalent" branded product. The difference in price, assuming all things equal, is due to the brand. More recently a revenue premium approach has been advocated .
Consumer Level: This approach seeks to map the mind of the consumer to find out what associations with the brand that the consumer has. This approach seeks to measure the awareness (recall and recognition) and brand image (the overall associations that the brand has). Free association tests and projective techniques are commonly used to uncover the tangible and intangible attributes, attitudes, and intentions about a brand. Brands with high levels of awareness and strong, favorable and unique associations are high equity brands.
Any of these calculation are at best approximations. A more complete understanding of the brand can occur if multiple measures are used.

Rabu, 26 Maret 2008

NO MORE SIDE KICK


Tuhan memberikan tanda peringatan kepada umatnya dengan cara yang berbeda-beda..i lost my side kick....it's signal from Allah swt...


Allah swt memberikan segala sesuatu yang terbaik buat kita.....


Tidak ada kata lain kecuali bersyukur kepada-Nya....


spesial request: mohon maaf to my mom, mas noval, and smua pihak yg terkait..thx 4 the time...i luv u all...